Juli 9, 2025

Humaskepri > Lembaga Swadaya Masyarakat

Pemberitaan terbaru dari dalam negeri yang menjadi topik terhangat untuk di bahas dalam pemerintahan

Transisi Energi Nasional: Langkah Strategis Pemerintah Indonesia Menuju Masa Depan Rendah Karbon

Pemerintah Indonesia tengah gencar menjalankan agenda besar dalam sektor energi nasional, yakni transisi dari bahan bakar fosil menuju sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Isu ini menjadi sorotan dalam berbagai berita nasional karena tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga pada sektor ekonomi, industri, hingga kesejahteraan masyarakat luas. Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Indonesia menargetkan bauran energi baru terbarukan (EBT) mencapai 23% pada tahun 2025 dan meningkat hingga 31% pada 2050. Meski ambisius, langkah ini dianggap krusial demi mengurangi ketergantungan pada batu bara dan mendorong pembangunan ekonomi hijau.

Langkah awal yang ditempuh pemerintah adalah dengan mempercepat pembangunan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. Mulai dari PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), PLTA (Tenaga Air), PLTB (Tenaga Bayu/angin), hingga bioenergi. Pemerintah juga menggalakkan proyek co-firing di PLTU, yakni mencampur batu bara dengan biomassa untuk menekan emisi. Meski teknologi ini belum sepenuhnya ramah lingkungan, ini dianggap sebagai jembatan dalam masa transisi menuju sistem energi yang lebih hijau.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga terus melakukan revisi regulasi dan insentif untuk mendorong investasi di sektor EBT. Salah satu kebijakan penting adalah Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik, yang memberi prioritas pada energi bersih dalam proyek-proyek PLN. Tak hanya itu, skema harga jual listrik dari pembangkit EBT ke PLN kini dirancang lebih menarik bagi pengembang swasta, sebagai upaya mengundang lebih banyak partisipasi investor.

Salah satu proyek ambisius pemerintah Indonesia adalah pembangunan PLTS Terapung di Waduk Cirata, Jawa Barat, yang diklaim akan menjadi salah satu PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara. Proyek ini dikerjakan oleh PLN bersama investor asing, dan menjadi simbol bahwa Indonesia serius dalam pengembangan energi surya sebagai tulang punggung energi masa depan. Di samping itu, sejumlah daerah di Indonesia bagian timur mulai mengembangkan PLTMH (pembangkit listrik tenaga mikrohidro) dan sistem off-grid yang cocok untuk daerah terpencil.

Namun, transisi energi tidak hanya soal pembangunan infrastruktur. Pemerintah juga menghadapi tantangan besar dalam hal sosial-ekonomi. Banyak wilayah di Indonesia yang ekonominya bergantung pada industri batu bara, seperti Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Pengurangan eksplorasi dan produksi batu bara dapat menimbulkan risiko PHK massal dan penurunan pendapatan daerah. Oleh karena itu, pemerintah mulai merancang program just energy transition, yaitu transisi energi yang adil dengan memberikan pelatihan ulang (reskilling) tenaga kerja, serta dukungan UMKM dan ekonomi lokal agar tetap tumbuh di tengah perubahan industri.

Dalam konteks pendanaan, Indonesia menjadi salah satu negara yang menerima komitmen internasional melalui program Just Energy Transition Partnership (JETP). Melalui skema ini, negara-negara maju memberikan dana hibah dan pinjaman untuk membantu Indonesia mempercepat transisi energi. Total nilai komitmen awal mencapai USD 20 miliar yang akan difokuskan pada pensiun dini PLTU dan pengembangan energi terbarukan di berbagai daerah. Pemerintah menyambut baik skema ini, namun juga menekankan pentingnya transparansi, keberlanjutan, dan kemandirian dalam jangka panjang.

Sektor transportasi juga menjadi fokus penting dalam kebijakan transisi energi Indonesia. Pemerintah mendorong penggunaan kendaraan listrik (EV) dengan memberikan insentif pajak dan subsidi bagi pembeli, serta memperluas pembangunan stasiun pengisian daya di berbagai kota besar. Kota-kota seperti Jakarta dan Surabaya telah mengintegrasikan bus listrik dalam sistem transportasi massal mereka. Selain itu, pabrik baterai kendaraan listrik juga mulai dibangun di Morowali dan Batang, sebagai bagian dari strategi hilirisasi nikel nasional.

Kritik tetap ada. Beberapa aktivis lingkungan menilai langkah pemerintah belum cukup progresif dan masih membiarkan proyek batu bara berjalan melalui celah regulasi. Di sisi lain, masyarakat di beberapa daerah menilai proyek-proyek EBT masih minim keterlibatan komunitas lokal dan belum membawa dampak ekonomi langsung. Pemerintah berjanji akan lebih aktif dalam pendekatan partisipatif, edukasi publik, serta pemberdayaan desa berbasis energi terbarukan.

Di tingkat pemerintahan daerah, beberapa provinsi seperti Jawa Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara Timur menunjukkan inisiatif mandiri dalam program transisi energi, mulai dari pembangunan slot pro jepang desa mandiri energi hingga program PLTS atap di sekolah dan rumah ibadah. Langkah ini menjadi contoh bahwa kolaborasi antara pusat dan daerah sangat diperlukan demi keberhasilan agenda besar ini.

Transisi energi bukan hal yang bisa dilakukan dalam semalam. Diperlukan komitmen lintas sektor, pembiayaan berkelanjutan, serta kesiapan masyarakat dalam menerima perubahan. Namun, langkah-langkah yang telah dimulai oleh pemerintah Indonesia menunjukkan arah yang jelas: menuju masa depan yang lebih bersih, berkelanjutan, dan mandiri secara energi.

Jika konsisten dijalankan, kebijakan transisi energi ini tak hanya akan mengurangi emisi karbon secara signifikan, tapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi jutaan rakyat Indonesia. Dari lapangan kerja hijau, investasi teknologi bersih, hingga penguatan ketahanan energi nasional, inilah momentum penting untuk membentuk Indonesia yang lebih sehat dan tangguh di masa depan.

BACA JUGA: Sorotan Berita Nasional Indonesia: Update Terkini Juni 2025

Share: Facebook Twitter Linkedin

Comments are closed.